Local food
1. SATE LILIT
Sate lilit merupakan makanan khas Bali yang diolah menggunakan bahan daging, daging yang sering digunakan adalah daging babi, ikan, ayam, sapi dan kura-kura. Daging tersebut akan dihaluskan dan dicampur dengan parutan kelapa, santan, jeruk nipis, bawang merah dan merica. Daging yang telah dicampur itu akan dililitkan di bambu, batang serai atau tebu dan terakhir akan dipanggang. Kebanyakan sate memang ditusuk dengan tusuk sate yang tajam, untuk sate lilit ini membutuhkan tusuk sate yang permukaannya luas sehingga daging akan mudah untuk melekat di tusuk satenya.
Dalam bahasa Bali dan Indonesia “lilit” berarti membungkus dan sangat sesui dengan sate lilit ini.Filosofi Sate Lilit,
Sate Lilit ini merupakan simbol dari kehidupan dan syarat kejantanan seorang pria. Sate lilit dibuat oleh kaum pria dari memotong hewan sampai memanggangnya. Ada beberapa upacara besar yang mengharuskan membuat sate lilit di balai desa yang dilakukan oleh 50 sampai 100 kaum pria.
Sate lilit tidak hanya dinikmati saja, umat Hindu juga mempersembahkannya dalam acara-acara keagamaan seperti upacara caru, upacara ini bertujuan untuk menghormati dewa dan jumlah sate yang harus disajikan harus ganjil. Sate lilit bisanya dihidangkan dengan sup ikan tuna, nasi dan sambal matah. Sate Lilit juga menjadi makanan favorit untuk wisatawan yang datang ke Bali.
(source : https://balikami.com/sate-lilit-makanan-khas-bali, https://id.wikipedia.org/wiki/Sate_Lilit, https://www.myedisi.com/sedap/1770/3582/sejarah-filosofi-sate-lilit)
2. TULI-TULI
Tuli-tuli, bukanlah suatu sebutan kepada seseorang akibat gangguan pendengaran, melainkan salah satu gorengan yang rasanya sangat nikmat. Gorengan ini sangat mudah dijumpai di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.
Gorengan yang berbentuk angka delapan ini merupakan makanan favorit bagi penduduk Pulau Buton karena rasanya yang gurih dan tidak asam. Apalagi gorengan tuli-tuli dinikmati dengan sambal goreng, rasanya maknyus.
Di Kota Baubau, gorengan tuli-tuli hampir dijumpai di setiap sudut kota dan dijual dengan harga yang sangat terjangkau yakni Rp 1.000 per gorengan.
Menurut seorang penjual gorengan di Kelurahan Bure, Kecamatan Kokalukuna, Imawati (43), tuli-tuli sangat banyak peminatnya. “Banyak yang suka makan tuli-tuli di sini. Apalagi rasanya juga gurih dan tidak asam. Membuat tuli-tuli ini tidaklah terlalu susah,” kata Imawati.
Untuk membuat gorengan tuli-tuli ini pertama-tama ambilah beberapa batang ubi kayu secukupnya. Ubi kayu tersebut kemudian dihaluskan dengan cara diparut. Setelah itu, ubi kayu yang sudah halus dimasukkan dalam kain bersih kemudian ditekan kuat agar airnya keluar hingga mengering.
Ubi kayu yang sudah dikeringkan kemudian dibelah menjadi dua bagian. Bagian pertama dicampurkan dengan air secukupnya, irisan bawang merah, dan garam, terus dipanasi hingga menjadi adonan yang kental. Setelah itu dicampurkan dengan sebelah parutan ubi kayu yang sudah mengering.
“Keduanya dicampur dengan menggunakan tangan. Kalau adonan sudah tercampur seperti adonan roti, baru diambil satu bulatan kecil dan dibuat bulatan panjang mengecil. Kemudian kita bentuk seperti angka delapan,” ujar Imawati.
Kemudian bulatan berbentuk angka delapan itu digoreng dengan minyak secukupnya. Sambil digoreng, sebaiknya juga meracik sambal goreng. Nah bila sudah matang, maka tuli-tuli sudah bisa disantap.
Wahyuni, seorang penggemar tuli-tuli mengatakan, gorengan tuli-tuli sangat nikmat saat disantap sore hari bersama teman-teman.
“Banyak pendatang ke sini pasti ingin mencoba gorengan tuli-tuli ini. Ini sangat mantap bila dimakan bersama teman-teman ataupun keluarga di sore hari,” ucapnya.
Nah bagi Anda yang melakukan perjalanan ke Pulau Buton, rasanya tak lengkap bila tak mencoba gorengan khas Pulau Buton ini.
Sate lilit merupakan makanan khas Bali yang diolah menggunakan bahan daging, daging yang sering digunakan adalah daging babi, ikan, ayam, sapi dan kura-kura. Daging tersebut akan dihaluskan dan dicampur dengan parutan kelapa, santan, jeruk nipis, bawang merah dan merica. Daging yang telah dicampur itu akan dililitkan di bambu, batang serai atau tebu dan terakhir akan dipanggang. Kebanyakan sate memang ditusuk dengan tusuk sate yang tajam, untuk sate lilit ini membutuhkan tusuk sate yang permukaannya luas sehingga daging akan mudah untuk melekat di tusuk satenya.
Dalam bahasa Bali dan Indonesia “lilit” berarti membungkus dan sangat sesui dengan sate lilit ini.Filosofi Sate Lilit,
Sate Lilit ini merupakan simbol dari kehidupan dan syarat kejantanan seorang pria. Sate lilit dibuat oleh kaum pria dari memotong hewan sampai memanggangnya. Ada beberapa upacara besar yang mengharuskan membuat sate lilit di balai desa yang dilakukan oleh 50 sampai 100 kaum pria.
Sate lilit tidak hanya dinikmati saja, umat Hindu juga mempersembahkannya dalam acara-acara keagamaan seperti upacara caru, upacara ini bertujuan untuk menghormati dewa dan jumlah sate yang harus disajikan harus ganjil. Sate lilit bisanya dihidangkan dengan sup ikan tuna, nasi dan sambal matah. Sate Lilit juga menjadi makanan favorit untuk wisatawan yang datang ke Bali.
(source : https://balikami.com/sate-lilit-makanan-khas-bali, https://id.wikipedia.org/wiki/Sate_Lilit, https://www.myedisi.com/sedap/1770/3582/sejarah-filosofi-sate-lilit)
2. TULI-TULI
Tuli-tuli, bukanlah suatu sebutan kepada seseorang akibat gangguan pendengaran, melainkan salah satu gorengan yang rasanya sangat nikmat. Gorengan ini sangat mudah dijumpai di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.
Gorengan yang berbentuk angka delapan ini merupakan makanan favorit bagi penduduk Pulau Buton karena rasanya yang gurih dan tidak asam. Apalagi gorengan tuli-tuli dinikmati dengan sambal goreng, rasanya maknyus.
Di Kota Baubau, gorengan tuli-tuli hampir dijumpai di setiap sudut kota dan dijual dengan harga yang sangat terjangkau yakni Rp 1.000 per gorengan.
Menurut seorang penjual gorengan di Kelurahan Bure, Kecamatan Kokalukuna, Imawati (43), tuli-tuli sangat banyak peminatnya. “Banyak yang suka makan tuli-tuli di sini. Apalagi rasanya juga gurih dan tidak asam. Membuat tuli-tuli ini tidaklah terlalu susah,” kata Imawati.
Untuk membuat gorengan tuli-tuli ini pertama-tama ambilah beberapa batang ubi kayu secukupnya. Ubi kayu tersebut kemudian dihaluskan dengan cara diparut. Setelah itu, ubi kayu yang sudah halus dimasukkan dalam kain bersih kemudian ditekan kuat agar airnya keluar hingga mengering.
Ubi kayu yang sudah dikeringkan kemudian dibelah menjadi dua bagian. Bagian pertama dicampurkan dengan air secukupnya, irisan bawang merah, dan garam, terus dipanasi hingga menjadi adonan yang kental. Setelah itu dicampurkan dengan sebelah parutan ubi kayu yang sudah mengering.
“Keduanya dicampur dengan menggunakan tangan. Kalau adonan sudah tercampur seperti adonan roti, baru diambil satu bulatan kecil dan dibuat bulatan panjang mengecil. Kemudian kita bentuk seperti angka delapan,” ujar Imawati.
Kemudian bulatan berbentuk angka delapan itu digoreng dengan minyak secukupnya. Sambil digoreng, sebaiknya juga meracik sambal goreng. Nah bila sudah matang, maka tuli-tuli sudah bisa disantap.
Wahyuni, seorang penggemar tuli-tuli mengatakan, gorengan tuli-tuli sangat nikmat saat disantap sore hari bersama teman-teman.
“Banyak pendatang ke sini pasti ingin mencoba gorengan tuli-tuli ini. Ini sangat mantap bila dimakan bersama teman-teman ataupun keluarga di sore hari,” ucapnya.
Nah bagi Anda yang melakukan perjalanan ke Pulau Buton, rasanya tak lengkap bila tak mencoba gorengan khas Pulau Buton ini.
Komentar
Posting Komentar